NAMA : TRY FAJARMAN
1KBO4
SOSIOLOG DASAR
Judul : Tugas 1 Individu ,Keluarga Dan Penduduk
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Manusia sebagai makhluk individu, keluarga, dan masyarakat oleh karenanya manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok atau berorganisasi dan membutuhkan orang lain. Masyarakat merupakan wadah berkumpulnya individu-individu yang hidup secara sosial, masyarakat terdiri dari ‘Saya’, ‘Anda’ dan ‘Mereka’ yang memiliki kehendak dan keinginan hidup bersama.Kita tahu dan menyadari bahwa manusia sebagai individu dan makhluk sosial serta memahami tugas dan kewajibannya dalam stiap tatanan kehidupan berkelompok dan dalam struktur dan sistem sosial yang ada.
Para sosiolog mengartikan masyarakat sebagai sebagai kelompok di dalamnya terdapat orang-orang yang menjalankan kehidupan bersama sebagai satu kesatuan yang diikat melalui kerjasama dan nilai-nilai tertentu yang permanen.
Oleh karena itu begitu menariknya judul yang kami bahas ini sehingga kami mendapat tugas membuat makalah dengan judul Manusia Sebagai Individu, Keluarga, dan Masyarakat, semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat khususnya bagi pemakalah dan umumnya bagi para pembaca, serta kami minta maaf apabila makalah ini belum sempurna dan jauh dari yang diharapkan, oleh karenya kami meminta kritik dan saran yang sifatnya mendukung untuk kemajuan makalah ini.
Telah kita maklumi bahwa penduduk adalah sekumpulan manusia yang duduk atau menempati pada wilayah tertentu. Sedangkan masyarakat merupakan kumpulan dari penduduk. Dalam hidup bermasyarakat, satu sama lain saling membutuhkan. Manusia sebagai anggota masyarakat mempunyai berbagai aktiviyas dan berinteraksi satu dengan yang lain serta masing-masing memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam suatu daerah/wilayah tertentu kebutuhan penduduk diharapkan dapat terpenuhi dari hasil daerah tersebut, lebih-lebih pada daerah agraris di Indonesia penduduk suatu wilayahnya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari wilayah tersebut dengan bekerja mengolah tanah yang tersedia.
Suatu wilayah/daerah yang penduduknya terus bertanbah, akhirnya jumlah tenaga kerja bertambah. Dengan luas tanah yang terbatas (tidak dapat bertambah), maka pertambahan produksi bahan pangan tidak dapat mengimbangi tambahnya jumlah tenaga kerja yang terus bertambah. Kondisi yang demikian dinamakan terdapatnya tekanan penduduk di daerah tersebut.
Para sosiolog mengartikan masyarakat sebagai sebagai kelompok di dalamnya terdapat orang-orang yang menjalankan kehidupan bersama sebagai satu kesatuan yang diikat melalui kerjasama dan nilai-nilai tertentu yang permanen.
Oleh karena itu begitu menariknya judul yang kami bahas ini sehingga kami mendapat tugas membuat makalah dengan judul Manusia Sebagai Individu, Keluarga, dan Masyarakat, semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat khususnya bagi pemakalah dan umumnya bagi para pembaca, serta kami minta maaf apabila makalah ini belum sempurna dan jauh dari yang diharapkan, oleh karenya kami meminta kritik dan saran yang sifatnya mendukung untuk kemajuan makalah ini.
Telah kita maklumi bahwa penduduk adalah sekumpulan manusia yang duduk atau menempati pada wilayah tertentu. Sedangkan masyarakat merupakan kumpulan dari penduduk. Dalam hidup bermasyarakat, satu sama lain saling membutuhkan. Manusia sebagai anggota masyarakat mempunyai berbagai aktiviyas dan berinteraksi satu dengan yang lain serta masing-masing memenuhi kebutuhan hidupnya.
Dalam suatu daerah/wilayah tertentu kebutuhan penduduk diharapkan dapat terpenuhi dari hasil daerah tersebut, lebih-lebih pada daerah agraris di Indonesia penduduk suatu wilayahnya dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari wilayah tersebut dengan bekerja mengolah tanah yang tersedia.
Suatu wilayah/daerah yang penduduknya terus bertanbah, akhirnya jumlah tenaga kerja bertambah. Dengan luas tanah yang terbatas (tidak dapat bertambah), maka pertambahan produksi bahan pangan tidak dapat mengimbangi tambahnya jumlah tenaga kerja yang terus bertambah. Kondisi yang demikian dinamakan terdapatnya tekanan penduduk di daerah tersebut.
2. MAKSUD DAN TUJUAN
A. Maksud :
Maksud saya dari menulis karya ilmiah ini adalah memberikan wawasan baru terhadap pembaca yang membaca karya ilmiah ini.
B. Tujuan :
Makalah ini ditulis untuk memenuhi syarat dalam mengikuti mata kuliah Ilmu Sosial.
3. METODOLOGI
Metode penelitan yang digunakan adalah metode Deskriptif
4. STUDI KASUS
A. Masalah Antar Kelompok
Pada waktu sekarang ini tentunya sudah tidak asing lagi dengan perilaku tawuran yang dilakukan oleh berbagai suporter di kancah liga super indonesia. Bahkan tawuran seperti ini tidak jarang mengakibatkan luka-luka hingga berujung pada kematian. Tawuran ini sangat mudah dipicu dengan saling olok-mengolok antar suporter, tensi pertandingan, kepemimpinan wasit, dan masih banyak pemicu lainnya. Pemicu inilah yang memudahkan munculnya tawuran antar suporter yang merasa geram, tidak terima, ataupun kesal terhadap suporter lawan. Lokasi tawuran sendiri sering juga terjadi dikota-kota besar di indonesia, khususnya daerah barat indonesia. Hal ini senada dengan seringnya pertandingan-pertandingan klub elit di indonesia. Klub elit inilah yang memiliki suatu magnet yang luar biasa dalam mendatangkan keuntungan bagi pihak penyelenggara tetapi juga mendatangkan kerusakan di daerah kota akibat tawuran. Fanatisme dalam persepakbolaan di indonesia memang sangat berlebihan dan bersifat lokal bukan secara universal. Inilah yang dapat mengakibatkan munculnya permusuhan antara pendukung tim satu dengan tim yang lain. Berbeda dengan liga eropa seperti halnya inggris. Fanatisme lebih bersifat universal akibat meratanya pemain tim nasional inggris diberbagai klub liga inggris, dan juga di dukung dengan prestasi yang diraih oleh tim nasional mereka. Jika tim nasional indonesia memiliki reputasi yang baik di kancah internasional maka fanatisme lokal akan berubah menjadi fanatisme universal, akibat meratanya pemain tim nasional yang mereka gandrungi. Sehingga sehingga pemain Medan dianggap juga milik orang Surabaya, pemain Surabaya jadi milik orang Makassar, dan seterusnya.Kefanatikan lokal dapat membuat suatu kelompok menjadi sangat solid kerena mereka mempunyai keterikatan bersama sehingga sikap imitasi dari sebagian besar anggota suporter yang masih remaja ini dikhawatirkan memicu problem sosial yang lebih serius. Mungkin awalnya hanya senang, namun selanjutnya memberi contoh sehingga ikut senang merusak.
B. Opini
Sikap seperti inilah yang seharusnya tidak dilakukan oleh para supporter Indonesia.Terlalu arogan,tidak memiliki sportivitas,serta tidak memiliki rasa memiliki antar setiap tim.Jika seperti ini terus, kapan persepakbolaan Indonesia bisa maju ?.Seharusnya kita berkaca pada tim-tim diluar sana, yang menjunjung tinggi sportivitas,dan memiliki rasa kebersamaan,sehingga untuk terjadi konflik akan sangat minim sekali.Sebenarnya tidak sulit untuk melakukan semua hal itu, tapi sekali lagi, perlunya dukungan dari berbagai pihak sangat mendukung agar hal-hal yang tidak diinginkan tidak terjadi, tidak hanya dalam hal sepakbola, tapi dalam segala hal aspek kemasyarakatan.
BAB II
PEMBAHASAN
INDIVIDU, KELUARGA, DAN MASYARAKAT
Manusia sebagai makhluk individu, keluarga, dan masyarakat oleh karenanya manusia dapat dikatakan sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berkelompok atau berorganisasi dan membutuhkan orang lain. Masyarakat merupakan wadah berkumpulnya individu-individu yang hidup secara sosial, masyarakat terdiri dari ‘Saya’, ‘Anda’ dan ‘Mereka’ yang memiliki kehendak dan keinginan hidup bersama.Kita tahu dan menyadari bahwa manusia sebagai individu dan makhluk sosial serta memahami tugas dan kewajibannya dalam stiap tatanan kehidupan berkelompok dan dalam struktur dan sistem sosial yang ada.
Para sosiolog mengartikan masyarakat sebagai sebagai kelompok di dalamnya terdapat orang-orang yang menjalankan kehidupan bersama sebagai satu kesatuan yang diikat melalui kerjasama dan nilai-nilai tertentu yang permanen.
Oleh karena itu begitu menariknya judul yang kami bahas ini sehingga kami mendapat tugas membuat makalah dengan judul Manusia Sebagai Individu, Keluarga, dan Masyarakat, semoga makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat khususnya bagi pemakalah dan umumnya bagi para pembaca, serta kami minta maaf apabila makalah ini belum sempurna dan jauh dari yang diharapkan, oleh karenya kami meminta kritik dan saran yang sifatnya mendukung untuk kemajuan makalah ini.
1. INDIVIDU
Kata “ Individu” berasal dari kata latin, yaitu individuum, berarti “yang tak terbagi”. Jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Arti lainnya adalah sebagai pengganti “orang seorang” atau manusia perorangan. Disini terlihat bahwa sifat dan fungsi manusia, sebagaimana ia hidup di tengah-tengah individu lain dalam masyarakat.
Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perorangan, dapat kita uraikan, bahwa individu adalah seorang manusia yang tidak hanya memiliki peranan khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik dirinya.
Makna manusia menjadi individu apabila pola tingkah lakunya hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersangkutan. Proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai pada ia adalah dirinya sendiri, disebut proses individualisasi atau aktualisasi diri.
- Menuntut ilmu pengetahuan, merekayasa teknologi serta memanfaatkannya untuk kemakmuran dan kesejahteraan. Kesadaran tersebut mendorongnya untuk terus belajar. Proses belajar berarti proses perubahan sikap dan perilaku dengan mendapatkan pengalaman dan pelatihan.
- Menghiasi diri dan budi pekerti dengan baik serta akhlak yang terpuji, setiap tindakan dan perbuatan dalam kehidupan bermasyarakat selalu bercermin pada keindahan dan keelokan budi pekerti maka akan tercipata kesejukan dalam kehidupan bermasyarakat,
Tidak seperti kerumunan bebek. Ternyata masyarakat yang juga da[at disebut sebagai kerumunan atau himpunan manusia, menuntut setiap individu untuk :
- Memiliki kedudukan dan peranan tertentu dalam lingkungannya.
- Memiliki tingkah laku yang khas (tidak seperti bebek)
- Memiliki kepribadian
Artinya jika ketiga hal tersebut tidak berhasil dimiliki seseorang, maka orang itu akan cenderung tidak disenangi oleh orang – orang lain di sekitarnya (masyarakat).
Seseorang yang tidak diketahui apa kedudukannya, atau apa peranannta dalam masyarakat tidak akan dihormati oleh orang lain. Demikian pula, masyarakat cenderung tidak menyenangi orang-orang yang tidak memiliki tingkah laku yang khas atau tidak memiliki kepribadian.
Menyadari tuntutan masyarakt itu, maka dalam hidupnya, setiap individu akan berusaha keras untuk daoat memiliki ketiga hal di atas. Proses dimana setiap individu berusaha memiliki ciri-ciri dimaksud, dalam ilmu social disebut sebagai proses individualisasi atau proses aktualisasi diri.
Proses itulah yang secara umum dikenal luas sebagai proses menjadi dewasa. Akan tetapi karena pengertian kedewasaan kadang-ladang diterjemahkan naïf, hanya berkaitan dengan usia seseorang, maka ilmu sosial lebih memilih istilah individualisasi atau aktualisasi diri.
Akan halnya tingkah laku yang khas, dalam interaksinya dengan lingkungannya, ada tiga kemungkinan sikap individu sebagai berikut:
- Menyimpang dari norma
- Menyesuaikan diri secara pasif atau takluk dkepada lingkungan (autopasti)
- Mempengaruhi masyarakta, sebagai agent of change (Alloplastis)
Diantara tiga kemungkinan sikap individu itu, tentu saja sikap yang menyimpang dari norma adalah sikao yang paling tidak disenangi oleh masyarakat. Sehingga timbul umpatan seperti: tidak sopan, kurang ajar, bahkan biadab sering ditunjukkan kepada seseorang.
2. KELUARGA
Keluarga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai dengan adanya kerja sama ekonomi. Fungsi keluarga adalah berkembang biak, mensosialisasi, mendidik anak, menolong, melindungi, atu merawat orang-orang tua (jompo). Bentuk keluarga terdiri dari seorang suami, seorang istri, dan anak-anak yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama ( keluarga inti). Secara resmi terbentuk dari hasil perkawinan.
A. Pengaturan seksual
Dapat dibayangkan apabila tidak ada keluarga maka akan terjadi seks bebas yang diakibatkan tidak adanya pengaturan seksual, oleh karena itu, disinilah fungsi keluarga agar pengaturan seksual dapat dikontrol dan tidak ada lagi kelahiran di luar nikah.
B. Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk membentuk keturunan, walaupan banyak yang berpandangan bahwa banyak anak akan menambah beban hidup, dan ada pula yang mengharapkan banyak anak untuk jaminan bagi orang tua di masa depan.
C. Sosialisasi
Sebelum bersosialisasi dalam masyarakat ada halnya kita bersosialisasi terlebih dahulu dalm keluarga agar terbebtuknya kepribadian, sikap, perilaku, dan tanggapan emosinya, sehingga ketika kita bermasyarakat dapat diterima dengan baik.
D. Kontrol sosial
Keluarga yang berfungsi dalam sosialisai, yaitu bagi individu pada saat ia tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai semacam tuntunan untuk mengarahkan aktivitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.
Ilmu Sosial mendeskripsikannya sebagai:”satuan sosial terkecil (yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial), yang ditandai oleh adanya kerja sama di bidang ekonomi’.
Keluarga juga disebut kelompok pertama (primary group), karena setiap keluarga akan melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadian dan sikap, serta perilaku.
Menurut William J.Goode (1983), keluarga dibentuk dengan fungsi-fungsi sebagai berikut:
- Pemuas kebutuhan individual
- Reproduksi
- Pemeliharaan
- Sosialisasi
- Penempatan anak dalam mayarakat
- Pengaturan seksual
- Kontrol sosial
Keluarga mempunyai fungsi sebagai pemuas kebutuhan pribadi, dapat ditunjuk contoh konkret misalnya di bidang cinta., kebutuhan seks, maupun kebutuhan untuk menjaga rahasia pribadi.
Fungsi reproduksi mengandung arti beranak pinak, atau melahirkan keturunan.
Adapun fungsi sosialisasi, yang dimaksud adalah tugas setiap ayah dan ibu untuk membimbing, atau memperkenalkan dan mengertikan norma-norma kehidupan kepada anak-anaknya. Ini berkaitan pula dengan fungsi menemptkan anak dalam masyarakat, agar sang anak memahami tatakrama pergaulan dengan orang-orang di sekelilingnya.Sedangkan fungsi pengaturan seksual, adalah fungsi untuk melestarikan atau membudayakan aturan-aturan berhubungan seksual pada manusia. Pengaturan seksual sebagai fungsi keluarga, dilaksanakan dengan cara sebagai berikut:
a) Menananmkan norma-norma keabsahan (norm of legitimacy) dalam berhubungan seks. Misalnya tidak boleh berhunbungan seks dengan orang yang bukan istri atau suami yang sah.
b) Menegakkan tabu-tabu dalam hubungan seks dengan keluarga dekat. Misalnya: tabu berhubungan seks dengan keluarga dekat atau di masa pertunangan.
c) Mencegah penyimpangan dalam hubungan seksual. Misalnya: perzinahan, semen leven (kumpul kebo), pergundikan (konkubinasi), dan melahirkan sebelum menikah.
Dan fungsi sosial yang dimaksud adalah tugas setiap ayah dan ibu untuk selalu mengawasi atau mengontrol anak-anaknya, agar tidak menyimpang atau ahkan melanggar aturan-aturan hidup bermasyarakat.
Keluarga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai dengan adanya kerja sama ekonomi. Fungsi keluarga adalah berkembang biak, mensosialisasi, mendidik anak, menolong, melindungi, atu merawat orang-orang tua (jompo). Bentuk keluarga terdiri dari seorang suami, seorang istri, dan anak-anak yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama ( keluarga inti).
Keluarga diartikan sebagai suatu satuan sosial terkecil yang dimiliki manusia sebagai makhluk sosial, yang ditandai dengan adanya kerja sama ekonomi. Fungsi keluarga adalah berkembang biak, mensosialisasi, mendidik anak, menolong, melindungi, atu merawat orang-orang tua (jompo). Bentuk keluarga terdiri dari seorang suami, seorang istri, dan anak-anak yang biasanya tinggal dalam satu rumah yang sama ( keluarga inti).
3. MASYARAKAT
Dalam bahasa Inggris masyarakat disebut juga society, asal katanya socius yang berarti kawan. Adapun kata “masyarakat” berasal dari bahasa Arab, yaitu syirk, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan.
Tugas manusia sebagai anggota masyarakat;
1. Saling tolong menolong dan bantu membantu dalam kebajikan
2. Ikut meringankan beban kesengsaraan orang lain
3. Menjaga dan memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban lingkungan dan masyarakat
4. Menghindari perkataan dan tindakan yang menyakitkan orang lain sehingga tercipta ketergantungan yang saling menguntungkan.
Tugas manusia sebagai anggota masyarakat;
1. Saling tolong menolong dan bantu membantu dalam kebajikan
2. Ikut meringankan beban kesengsaraan orang lain
3. Menjaga dan memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban lingkungan dan masyarakat
4. Menghindari perkataan dan tindakan yang menyakitkan orang lain sehingga tercipta ketergantungan yang saling menguntungkan.
Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri, perasaan, keinginan dsb manusia memberi reaksi dan melakukan interaksi dengan lingkungannya. Pola interaksi sosial dihasilkan oleh hubungan yang berkesinambungan dalam suatu masyarakat.
A. Arti Definisi / Pengertian Masyarakat
Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia.
Berikut di bawah ini adalah beberapa pengertian masyarakat dari beberapa ahli sosiologi dunia.
1. Menurut Selo Sumardjan masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan.
2. Menurut Karl Marx masyarakat adalah suatu struktur yang menderita suatu ketegangan organisasi atau perkembangan akibat adanya pertentangan antara kelompok-kelompok yang terbagi secara ekonomi.
3. Menurut Emile Durkheim masyarakat merupakan suau kenyataan objektif pribadi-pribadi yang merupakan anggotanya.
4. Menurut Paul B. Horton & C. Hunt masyarakat merupakan kumpulan manusia yang relatif mandiri, hidup bersama-sama dalam waktu yang cukup lama, tinggal di suatu wilayah tertentu, mempunyai kebudayaan sama serta melakukan sebagian besar kegiatan di dalam kelompok / kumpulan manusia tersebut.
B. Faktor-Faktor / Unsur-Unsur Masyarakat
Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini :
Menurut Soerjono Soekanto alam masyarakat setidaknya memuat unsur sebagai berikut ini :
1. Berangotakan minimal dua orang.
2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.
2. Anggotanya sadar sebagai satu kesatuan.
3. Berhubungan dalam waktu yang cukup lama yang menghasilkan manusia baru yang saling berkomunikasi dan membuat aturan-aturan hubungan antar anggota masyarakat.
4. Menjadi sistem hidup bersama yang menimbulkan kebudayaan serta keterkaitan satu sama lain sebagai anggota masyarakat.
C. Ciri / Kriteria Masyarakat Yang Baik
Menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpolan manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat.
Menurut Marion Levy diperlukan empat kriteria yang harus dipenuhi agar sekumpolan manusia bisa dikatakan / disebut sebagai masyarakat.
1. Ada sistem tindakan utama.
2. Saling setia pada sistem tindakan utama.
3. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.
4. Sebagian atan seluruh anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi manusia
2. Saling setia pada sistem tindakan utama.
3. Mampu bertahan lebih dari masa hidup seorang anggota.
4. Sebagian atan seluruh anggota baru didapat dari kelahiran / reproduksi manusia
7 unsur kebudayaan dalam masyarakat :
1. bahasa
2. sistem pengetahuan
3. organisasi social
4. sistem peralatan hidup dan teknologi
5. sistem mata pencarian
6. sistem religi
7. kesenian
1. bahasa
2. sistem pengetahuan
3. organisasi social
4. sistem peralatan hidup dan teknologi
5. sistem mata pencarian
6. sistem religi
7. kesenian
HUBUNGAN INDIVIDU DAN KELUARGA
Setiap individu selalu dalam pangkuan atau lingkungan keluarganya masing-masing karena keluarga merupakan primary group, yang bimbing dan memperkenalkan norma-norma sosial kepada individu.
Ada dua fungsi hubungan keluarga dengan individu. Pertama, fungsi internalisasi, atau menanamkan aturan-aturan hidup masyarakat, sehingga dihayati oleh individu. Dam kedua, fungsi sosialisasi, atau membimbing setiap individu agar mampu hidup sebagai warga masyarakat yang baik, dengan selalu mengindahkan norma-norma sosial.
Bentuk-bentuk hubungan antara individu dengan keluarganya, berlangsung menurut tahap-tahap berikut:
- Tahap hubungan biologis, ialah tahap dimana intensitas hubungan individu dengan keluarganya dilakukan melalui anggota badan. Tahap hubungan biologis individu dengan keluarganya ini, paling lama berlangsung sampai seorang anak mencapai usia sekitar tujuh tahun. Itulah sebabnya masyarakat tidak dapat memberikan toleransi, jika ada anak berusia tujuh tahun yang masih mintas digendong, disuapi, atau dikeloni oleh ibunya.
- Tahap hubungan ekonomis, ialah tahap dimana intensitas hubungan individudengan keluarganya dilakukan melalui kerja sama atau bantuan ekonomis.
- Tahap hubungan sosial, ialah tahap dimana hubungan individu dengan keluarga tinggal berlangsung seperti hubungan individu dengan orang lain.
HUBUNGAN INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Salah satu sifat khas manusia karenanya ia berbeda dengan binatang dan tumbuh-tumbuhan adalah bahwa ia merupakan makhluk yang diciptakan selain sebagai makluk berjiwa individual, bermasyarakat merupakan kecenderungan alamiah dari jiwanya yang paling sublim. Kedua aspek ini mesti dipahami dan di letakkan pada porsinya masing-masing secara terkait. Sebab, yang pertama (jiwa individual) melahirkan perbedaan dan yang kedua (jiwa masyarakat) melahirkan kesatuan. Karena itu mencabut salah satunya dari manusia, itu berarti membunuh kemanusiaananya. Dengan kata lain bahwa perbedaan-perbedaan (bukan pembedaan-pembedaan) yang terjadi di antara setiap individu-individu (sebagai identitas dari jiwa individualnya) merupakan prinsip kemestian bagi terbentuknya masyarakat dan dinamikanya.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan yang melekat pada tiap-tiap individu, meniscayakan adanya sikap saling membutuhkan dan saling mengenal, karenanya konsep kemanusiaan dalam hal ini memiliki makna. Sebab bila masyarakat diartikan bahwa individu-individu haruslah memiliki kesamaan, maka ini berarti dinamisasi dan penyeragaman, akibatnya konsep saling membutuhkan, yang kemudian dari hal ini melahirkan konsep praktis yaitu; prilaku saling tolong-menolong, gotong-royong dan sebagainya, pastilah tak akan terjadi dan karenanya konsep masyarakat pun menjadi tak bermakna.
Kecenderungan manusia untuk hidup bermasyarakat merupakan kecenderungan yang bersifat fitri seperti halnya hubungan antara seorang laki-laki dan perempuan yang berkeinginan secara fitri untuk membentuk sebuah keluarga. Jadi masyarakat terbentuk oleh adanya hubungan individu-individu yang terkait secara fitrah dan alamiah untuk membangun sebuah komunitas besar. Masyarakat bukan terbentuk berdasarkan sebuah keterpaksaan, sebagimana beberapa individu berkumpul untuk mengantisipasi adanya serangan dari luar dan bukan pula bedasarkan proses kesadaran sebagai langkah terbaik untuk mempermudah tercapainya kepentingan masing-masing individu secara bersama-sama, sebagaimana sejumlah individu berkumpul dan sepakat berkerja sama dalam mencapai tujuannya masing-masing. Karena itu masyarakat didefinisikan sebagai adanya kumpulan dari beberapa individu secara fitri dalam suka maupun duka dalam mencapai tujuan dan cita-cita bersama. Dengan demikian kumpulan individu adalah “badan” masyarakat, sedangkan kesepakatan untuk mencapai tujuan dan cita-cita bersama adalah “jiwanya.” Karena itu selain faktor geografis (daerah atau tempat tinggal) dan sistem sosial (ikatan psikologis), individu itu sendiri merupakan salah satu unsur terbentuknya masyarakat. Tanpa individu (manusia) maka masyarakat pun tidak ada.
Masyarakat itu sendiri merupakan senyawa sejati, sebagaimana senyawa alamiah yang lahir dari proses sintesis. Namun yang bersintesis adalah jiwa, pikiran, cita-cita serta hasrat. Dengan demikian proses sintesis di sini adalah bersifat kebudayaan. Jadi, individu dan masyarakat memiliki eksistensi atau kemerdekaannya masing-masing, oleh karenanya masing-masing memiliki kemampuan untuk mempengaruhi yang lainnya (dalam arti bukan bersifat fisik). Meski demikian, eksistensi individu adalah mendahului eksistensi masyarakat. Memandang bahwa eksistensi masyarakat mendahului individu adalah berati telah mencabut kemerdekaan dan kemanusiaan bagi individu tersebut.
Oleh karena manusia secara fitri juga memiliki kecenderungan untuk hidup bermasyarakat, maka yang baik bagi kehidupan setiap manusia adalah hidup yang sesuai dengan fitrah tersebut dengan meng-ada bersama dan di tengah-tengah masyarakat untuk mencapai cita-cita dan idealitas bersama. Dengan demikian maka untuk mewujudkan hal ini diperlukan adanya ikatan persaudaraan dan kerukunan antar sesama umat manusia. Namun demikian, meskipun pada dasarnya manusia, sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu, memiliki potensi berupa kualitas-kualitas kesucian, potensi tersebut dapat saja tidak teraktual secara sempurna dikarenakan adanya dorongan yang berupa faktor lain dari dalam diri manusia yaitu; berupa hawa nafsu yang dapat membuatnya sesat dan merugikan orang lain atau diri sendiri. Hawa nafsu, sebagai kecenderungan buruk yang berada dalam diri manusia, akan teraktual ketika dia berinteraksi dengan manusia lainnya atau dengan masyarakat, lebih-lebih jika interaksi ini berhubungan dengan harta-benda. Bahkan hal ini dapat saja berkembang dalam bentuk yang lebih besar, sebagaimana sebuah bangsa menjajah bangsa lain. Fenomena ini dapat mengancam kehidupan manusia dan kelestarian alam. Oleh karenanya, pertanggung-jawaban setiap individu, selain bersifat individual juga bersifat kolektif. Pertanggung-jawaban yang bersifat individual terjadi ketika sebuah perbuatan memiliki dua faktor, yaitu: pelaku (sebab aktif) dan sasaran yang dituju (sebab final). Namun apabila dalam perbuatan tersebut terdapat faktor ketiga, yaitu sarana atau peluang yang diberikan untuk terjadinya perbuatan tersebut dan lingkup pengaruhnya (sebab material), maka tindakan tersebut menjadi tindakan kolektif, seperti halnya adzab kolektif yang menimpa keseluruhan kaum Tsamud disebabkan salah satu dari kawan mereka membunuh unta nabi Sholeh as. Jadi Masyarakat adalah pihak yang memberikan landasan bagi tindakan kolektif dan membentuk sebab material. Ini berarti, tiap-tiap individu memiliki andil besar dalam mengubah wajah dunia atau mengarahkan perjalanan sebuah masyarakat ke arah yang lebih baik atau bahkan kehancuran. Oleh sebab itu, dalam upaya menciptakan masyarakat yang berbudaya luhur dan berperadaban mulia, al-Qur’an menyerukan kepada kita agar selalu melakukan; menyuruh kepada kebenaran (amr ma’ruf) dan mencegah kemungkaran(nahy mungkar).
Oleh karena manusia secara fitri juga memiliki kecenderungan untuk hidup bermasyarakat, maka yang baik bagi kehidupan setiap manusia adalah hidup yang sesuai dengan fitrah tersebut dengan meng-ada bersama dan di tengah-tengah masyarakat untuk mencapai cita-cita dan idealitas bersama. Dengan demikian maka untuk mewujudkan hal ini diperlukan adanya ikatan persaudaraan dan kerukunan antar sesama umat manusia. Namun demikian, meskipun pada dasarnya manusia, sebagaimana telah dikemukakan pada bagian terdahulu, memiliki potensi berupa kualitas-kualitas kesucian, potensi tersebut dapat saja tidak teraktual secara sempurna dikarenakan adanya dorongan yang berupa faktor lain dari dalam diri manusia yaitu; berupa hawa nafsu yang dapat membuatnya sesat dan merugikan orang lain atau diri sendiri. Hawa nafsu, sebagai kecenderungan buruk yang berada dalam diri manusia, akan teraktual ketika dia berinteraksi dengan manusia lainnya atau dengan masyarakat, lebih-lebih jika interaksi ini berhubungan dengan harta-benda. Bahkan hal ini dapat saja berkembang dalam bentuk yang lebih besar, sebagaimana sebuah bangsa menjajah bangsa lain. Fenomena ini dapat mengancam kehidupan manusia dan kelestarian alam. Oleh karenanya, pertanggung-jawaban setiap individu, selain bersifat individual juga bersifat kolektif. Pertanggung-jawaban yang bersifat individual terjadi ketika sebuah perbuatan memiliki dua faktor, yaitu: pelaku (sebab aktif) dan sasaran yang dituju (sebab final). Namun apabila dalam perbuatan tersebut terdapat faktor ketiga, yaitu sarana atau peluang yang diberikan untuk terjadinya perbuatan tersebut dan lingkup pengaruhnya (sebab material), maka tindakan tersebut menjadi tindakan kolektif, seperti halnya adzab kolektif yang menimpa keseluruhan kaum Tsamud disebabkan salah satu dari kawan mereka membunuh unta nabi Sholeh as. Jadi Masyarakat adalah pihak yang memberikan landasan bagi tindakan kolektif dan membentuk sebab material. Ini berarti, tiap-tiap individu memiliki andil besar dalam mengubah wajah dunia atau mengarahkan perjalanan sebuah masyarakat ke arah yang lebih baik atau bahkan kehancuran. Oleh sebab itu, dalam upaya menciptakan masyarakat yang berbudaya luhur dan berperadaban mulia, al-Qur’an menyerukan kepada kita agar selalu melakukan; menyuruh kepada kebenaran (amr ma’ruf) dan mencegah kemungkaran(nahy mungkar).
Dengan demikian, maka tidak ada jalan lain bahwa untuk menghadapi ancaman-ancaman ini, manusia memerlukan adanya sebuah sistem sosial yang adil dan memiliki nilai sakralitas serta kesucian yang berdasarkan Tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa) dan berlandaskan wahyu Allah SWT. (al-Qur’an) sebagai petunjuk yang mengajarkan suatu pandangan dunia bahwa segala sesuatu milik Tuhan. Di hadapan Tuhan tidak ada kepemilikan manusia kecuali apa yang dititipkan dan diamanahkan kepadanya untuk mengatur dan mendistribusikan secara adil. Kesadaran akan sakralitas dan kesucian sistem tersebut memberikan implikasi penghambaan terhadap Tuhan. Berdasarkan kesadaran dan pertimbangan seperti itu maka interaksi antara individu dengan individu lainnya dalam hubungannya terhadap alam akan berubah dari watak hubungan antara tuan atau raja dengan budaknya menjadi hubungan antara hamba Tuhan dengan hamba Tuhan yang lain dengan mengambil tugas dan peran berdasarkan kapasitasnya masing-masing. Karena itu berdasarkan fitrah (ruh) Allah seorang manusia (individu) diciptakan dan ditugaskan sebagai khalifah Allah di muka bumi untuk memakmurkan bumi dan membangun masyarakatnya demi mewujudkan sistem social yang adil.
PERGURUAN DAN PENDIDIKAN
Perguruan dan pendidikan diadakan untuk melakukan pembelajaran baik secara formal maupun non formal, tujuannya untuk menjadikan individu menjadi makhluk yg berfikir serta berperilaku positif. Keluarga & Masyarakat bisa dikatakan sebagai agen-agen Pendidikan karena keluarga & masyarakat baik secara langsung ataupun tidak melakukan pendidikan non formal terhadap individu
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari seluruh uraian mengenai relasi individu dengan enam macam lingkungan sosial mulai dari keluarga sampai nasional, dapat ditarik kesimpulan sementara, bahwa individu mempunyai makna langsung apabila konteks situasional adalah keluarga atau lembaga sosial, sedangkan individu dalam konteks lingkungan sosial yang lebih besar, seperti masyarakat nasion, posisi dan peranannya semakin abstrak.
B. Saran – Saran :
Dari hasil pembahasan diatas, dapat dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya pergeseran kebudayaan yaitu :
1. Pemerintah perlu mengkaji ulang perturan-peraturan yang dapat menyebabkan pergeseran budaya bangsa
2. Masyarakat perlu berperan aktif dalam pelestarian budaya daerah masing-masing khususnya dan budaya bangsa pada umumnya
3. Para pelaku usaha media massa perlu mengadakan seleksi terhadap berbagai berita, hiburan dan informasi yang diberikan agar tidak menimbulkan pergeseran budaya
4. Masyarakat perlu menyeleksi kemunculan globalisasi kebudayaan baru, sehingga budaya yang masuk tidak merugikan dan berdampak negative. 5. Masyarakat harus berati-hati dalam meniru atau menerima kebudayaan baru, sehingga pengaruh globalisasi di negara kita tidak terlalu berpengaruh pada kebudayaan yang merupakan jati diri bangsa kita.
SUMBER – SUMBER / DAFTAR PUSTAKA
http://blog.poltek-malang.ac.id/media/3/20090528-6.%20Individu,%20kekeluargaan,%20dan%20masyarakat.doc- http://organisasi.org/pengertian-masyarakat-unsur-dan-kriteria-masyarakat-dalam-kehidupan-sosial-antar-manusia.com
Soelaeman, Dr. M. Munandar. Ilmu Sosial Dasar. Refika Aditama.2006
Bainar, Prof. Dr. Hajjah, dkk. Ilmu Sosial, Budaya, dan Kealaman Dasar. CV. Jenki Satria. 2006
Agus, Bustanuddin. Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial Studi Banding Pandangan Ilmiah Dan Ajaran Agama. Gema Insani. Jakarta. 1999.
Prof. Dr. Hajjah Bainar, Drs. H. Ruslan Abdul Rahman, Drs. M. Jafar Anwar, M, Si. Ilmu Sosial, Budaya, dan Kealaman Dasar hal 64.
Prof. Dr. Hajjah Bainar, Drs. H. Ruslan Abdul Rahman, Drs. M. Jafar Anwar, M, Si. Ilmu Sosial, Budaya, dan Kealaman Dasar hal 64.
Prof. Dr. Hajjah Bainar, Drs. H. Ruslan Abdul Rahman, Drs. M. Jafar Anwar, M, Si. Ilmu Sosial, Budaya, dan Kealaman Dasar hal 65
Prof. Dr. Hajjah Bainar, Drs. H. Ruslan Abdul Rahman, Drs. M. Jafar Anwar, M, Si. Ilmu Sosial, Budaya, dan Kealaman Dasar hal 66
Goode, William The Family, terjemahan bahsa Indonesia oleh Dra. Lailahanoum Hasyim, PT Bina Aksara,1983 hal 44-48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar